Dilansirdari shaming merupakan tindakan mengejek atau menghina seseorang tent Vay Tiền Online Chuyển Khoản Ngay. Setiap manusia terlahir dengan keunikan pada tubuhnya yang menjadikannya berbeda satu sama lain. Beberapa orang terlahir dengan tubuh kurus, tinggi, pendek, dan sebagainya. Bentuk tubuh yang beragam merupakan karunia Tuhan yang patut disyukuri. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa beberapa bentuk tubuh menjadi standar ideal sehingga terjadi body shaming atau mencela fisik. Body shaming adalah tindakan atau praktik mencela dan mempermalukan seseorang dengan membuat ejekan atau komentar negatif tentang bentuk atau ukuran tubuh seseorang. Contoh body shaming adalah penyebutan gendut, pesek, cungkring, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penampilan fisik. Berdasarkan survei ZAP dalam ZAP Beauty Index 2020, sebanyak 62,2 % wanita Indonesia mengaku pernah menjadi korban body shaming selama hidupnya. Responden survei berjumlah wanita dengan rentang usia 13 sampai 65 tahun. Sebanyak 47 % wanita melaporkan mengalami body shaming karena tubuh yang dianggap terlalu berisi. Sedangkan 36,4 % wanita mengalami body shaming karena kulit berjerawat dan 28,1 % karena bentuk wajah yang tembam. Jenis-Jenis Body Shaming Body shaming sering dikaitkan dengan ukuran tubuh. Tetapi, komentar negatif tentang setiap aspek pada tubuh seseorang dianggap sebagai body shaming. Terdapat beberapa jenis body shaming sebagaimana dikutip dari Jenis-jenis body shaming meliputi 1. Berat badan Alasan utama seseorang mengalami body shaming adalah karena berat badan mereka. Seseorang mungkin merasa malu karena bentuk tubuh mereka terlalu besar atau kurus. Perilaku mengejek orang karena mereka terlalu besar atau gendut dinamakan fat-shaming. Berdasarkan penelitian dalam Canadian Medical Association Journal, orang yang mengalami fat-shaming dapat memicu perubahan fisiologis dan perilaku yang terkait dengan kesehatan metabolisme yang buruk dan peningkatan berat badan. Korban fat-shaming mengalami stres yang membuat hormon kortisol naik sehingga kontrol tubuh menurun dan risiko makan berlebihan naik. Fat-shaming juga berpotensi menyebabkan depresi, kecemasan, harga diri rendah, gangguan makan, dan penghindaran olahraga. Orang dengan badan kurus juga dapat mengalami body shaming yang dinamakan skinny shaming. Contoh komentar negatif yang mengandung skinny shaming adalah “Dia cungkring kayak papan” atau “Kurus banget. Nggak pernah dikasih makan ya?” 2. Rambut tubuh Mengomentari rambut tubuh seseorang secara negatif merupakan bentuk body shaming. Rambut tumbuh di lengan, kaki, area pribadi, dan ketiak semua orang, kecuali mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu. Standar kecantikan pada wanita membuat stigma bahwa wanita seharusnya tidak memiliki rambut di tangan dan kaki karena terlihat seperti pria. Padahal, memiliki rambut pada tubuh merupakan hal normal yang tidak sepantasnya diejek. Wanita yang memiliki rambut berlebih pada tangan, kaki, dan wajah sering mengalami body shaming karena dianggap tidak normal. Hal ini sebenarnya berawal dari kebiasaan pada zaman dahulu. Berdasarkan buku Encyclopedia of Body Adornment, pada zaman Mesir kuno, tubuh yang benar-benar mulus dan tidak berbulu dianggap sebagai standar kecantikan bagi wanita. Orang-orang Yunani dan Romawi menganggap kulit yang bebas rambut melambangkan tubuh yang awet muda. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang di masyarakat sehingga menimbulkan stigma terhadap wanita yang memiliki rambut berlebih pada tubuhnya. Hal ini juga membuat bisnis waxing atau perontokan rambut diminati wanita. Contohnya, selebriti Wulan Guritno membuka usaha waralaba Poetre Wax & Spa yang bergerak di bidang kecantikan, termasuk jasa menghilangkan rambut tubuh. Felicia Regina, pemilik Mirael Sugar Wax juga meraup keuntungan dari bisnis waxing. Tidak ada yang salah dengan rambut pada tubuh. Mengutip rambut tubuh memungkinkan manusia untuk mendeteksi parasit dengan lebih mudah. Rambut tubuh juga berfungsi dalam pengaturan suhu tubuh dan memfasilitasi penguapan keringat. Menghilangkan rambut tubuh merupakan pilihan pribadi setiap orang. Namun, jangan mengejek atau mengomentari orang yang memiliki rambut pada badan mereka, karena komentar tersebut dapat membuat rasa percaya diri turun dan mempengaruhi kesehatan mental. 3. Model rambut Body shaming juga dapat dilakukan dengan mengejek model rambut seseorang. Komentar seperti “Model rambutmu aneh banget. Udah kuno, nggak cocok sama zaman sekarang.” atau “Potong rambut, deh. Risih lihat kamu gondrong, nggak rapi.” merupakan contoh body shaming perihal model rambut. Model rambut merupakan pilihan pribadi yang tidak seharusnya dicela. Tekstur rambut setiap orang juga berbeda, sehingga tak sepatutnya body shaming dilakukan. Orang Indonesia Timur mungkin memiliki rambut yang ikal karena genetik. Hal tersebut termasuk normal dan bukan objek candaan atau komentar negatif. 4. Warna kulit Indonesia terdiri dari banyak ras dengan warna kulit berbeda-beda. Namun, standar kecantikan yang berkembang di masyarakat membuat warna kulit tertentu dianggap lebih baik dari yang lain. Orang yang berkulit cerah dianggap sebagai standar yang ideal. Sedangkan mereka yang berkulit gelap sering mengalami body shaming dengan komentar seperti “Dekil banget, sih. Coba perawatan deh biar lebih kinclong.” atau “Gosong banget itu kulit. Kebanyakan main di luar ya?” dan sebagainya. Perilaku mengolok-olok warna kulit orang lain merupakan perbuatan tercela. Warna kulit merupakan anugerah Tuhan. Tidak ada warna kulit yang lebih baik atau buruk. Stigma masyarakat terhadap orang berkulit gelap perlu dihilangkan karena berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri seseorang. Kemunculan body shaming perihal warna kulit berakar dari kebiasaan pada zaman dahulu. Mengutip artikel Deborah Rodrigo-Caldeira dalam Social Science Research Network, kulit cerah di Asia Tenggara dianggap sebagai penanda status sosial dari keturunan bangsawan. Secara historis, orang dengan kulit lebih gelap biasanya diasosiasikan dengan tenaga kerja di pertanian karena sering beraktivitas di bawah terik matahari dan berasal dari daerah miskin. Dampak kolonialisme oleh negara Eropa yang mayoritas memiliki kulit putih juga menimbulkan pandangan bahwa kulit putih berarti lebih baik. Pandangan tersebut terus berkembang hingga saat ini. Terlihat banyak produk kecantikan yang ditargetkan untuk memutihkan kulit dengan berbagai klaim. Ini yang membuat banyak orang merasa tidak percaya diri terhadap warna kulit alami mereka. 5. Wajah Bentuk wajah ideal sering dikaitkan dengan kulit putih dan mulus, hidung mancung, mata belok, dan tulang pipi tinggi. Perilaku body shaming pada wajah dapat terlihat dari perkataan “pesek”, “jerawatan”, “kusam”, “dekil”, dan sebagainya. Standar wajah yang demikian berasal dari zaman kolonialisme di mana para penjajah Kaukasia memiliki wajah yang jauh berbeda dan dianggap lebih baik. Padahal, fitur wajah dipengaruhi oleh iklim dan genetik sehingga tidak bisa disamakan. Penelitian yang dimuat dalam jurnal Public Library of Science PLOS Genetics memaparkan bahwa orang Kaukasia memiliki hidung mancung supaya bisa beradaptasi terhadap udara yang sangat dingin dan kering. Keturunan Afrika Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur memiliki hidung yang lebih besar daripada keturunan Eropa untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih panas dan lembab. Dengan demikian, tidak ada bentuk hidung yang lebih baik atau buruk. Semua hanyalah standar kecantikan yang sepele dan tidak masuk akal. Kulit wajah juga sering menjadi objek body shaming. Memiliki kulit yang sehat dan bersih dari permasalahan merupakan hal yang baik dan patut disyukuri. Tetapi, mereka yang sedang berjuang untuk mengatasi masalah kulit bukan objek candaan dan komentar negatif. Harga diri seseorang tidak ditentukan oleh kulit wajah mereka. Perilaku body shaming wajah menyebabkan banyak hal negatif dan seharusnya dihentikan. Dampak Body Shaming Body shaming termasuk perbuatan yang buruk dan berdampak negatif bagi korbannya. Korban dapat merasa bahwa bentuk tubuh mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat sehingga berpengaruh pada kesehatan mental. Mengutip penelitian menemukan bahwa orang yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuh mereka memiliki kualitas hidup yang lebih buruk, merasakan tekanan psikologis dan menunjukkan risiko perilaku makan yang tidak sehat dan gangguan makan. Body shaming dapat menyebabkan masalah kesehatan mental termasuk gangguan makan, depresi, kecemasan, harga diri rendah, dan dismorfia tubuh, serta perasaan membenci tubuh secara umum. Oleh sebab itu, body shaming harus dihentikan. Tubuh manusia diciptakan berbeda-beda. Kecantikan seharusnya tidak dipandang dari bentuk fisik, melainkan dari kepribadian seseorang. Mengutip Hamka, “Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu seseorang. Bukan terletak pada wajah dan pakaiannya.” Body shaming adalah tindakan seseorang dalam memberi penilaian terhadap individu yang lain tentang tubuh, bentuk fisik, warna kulit atau pakaian dalam bentuk kritikan, mengeluarkan pendapat atau membandingkannya dengan yang lain karena tidak ideal atau tidak sesuai dengan pandangan seperti pada umumnya. Selain memberi penilaian kepada orang lain, body shaming juga bentuk mengomentari diri sendiri sebagai bentuk rendah diri atau kurangnya rasa syukur yang dimiliki kamus Oxford, pengertian body shaming adalah tindakan atau praktik mempermalukan seseorang dengan membuat komentar mengejek atau kritis tentang bentuk atau ukuran tubuh mereka. Hasil dari body shaming yang terjadi pada seseorang adalah adanya kemunduran kepercayaan diri, atau penilaian negatif terhadap diri sendiri. Korban body shaming umumnya akan menarik diri dari keramaian untuk menenangkan diri. Selain itu, korban body shaming akan mengalami perubahan sikap yang akan terjadi, misalnya mudah tersinggung, pendiam, malas makan, hingga Shaming merupakan tindakan ataupun perilaku seseorang dalam memberikan komentar atau pendapat terhadap bentuk tubuh orang lain yang berakibat menimbulkan standar tertentu, dimana standar tersebut akan menyebabkan seseorang yang tidak sesuai dengan standar yang sudah terbentuk, yang kemudian akan menimbulkan rasa malu dan tidak percaya diri terhadap bentuk tubuhnya. Beberapa bentuk ungkapan body shaming seperti; kegendutan fat shaming, terlalu kurusskinny shaming, ataupun jelek ugly shaming, terlalu tinggi atau kurus, dan lain shaming adalah sebuah istilah yang dikenal sebagai perlakuan atau tindakan seseorang dalam memberikan komentar buruk terhadap kondisi tubuh atau rupa seseorang baik secara disadari maupun tidak disadari. Body shaming termasuk kekerasan bullying secara verbal yang menyebabkan trauma psikis karena ucapan yang menyakitkan. Body shaming membuat seseorang semakin merasa tidak aman dan tidak nyaman terhadap penampilan fisiknya dan mulai menutup diri baik terhadap lingkungan maupun Body Shaming Berikut definisi dan pengertian body shaming dari beberapa sumber buku dan referensi Menurut Chairani 2018, body shaming adalah tindakan seseorang yang mencela atau suatu bentuk tubuh individu lain dimana bentuk tubuh tersebut tidak ideal dan atau tidak seperti bentuk-bentuk tubuh pada Alawiyah 2019, body shaming adalah penilaian individu terhadap individu yang lainnya tentang tubuh mereka yang mengakibatkan akan timbul penilaian terkait bentuk tubuh yg tidak ideal dan tidak sesuai dengan pandangan orang lain mengenai bentuk tubuh mereka. Menurut Fitriana 2019, body shaming adalah tindakan yang mengomentari atau mengeluarkan pendapat kepada seseorang ataupun diri sendiri mengenai tubuh yang Dolezal 2015, body shaming adalah tindakan mengkritik, mengomentari, atau membandingkan fisik orang lain maupun dirinya sendiri. Menurut Damanik 2018, body shaming adalah perasaan malu akan salah satu bentuk bagian tubuh ketika penilaian orang lain dan penilaian diri sendiri tidak sesuai dengan diri ideal yang diharapkan Body Shaming Menurut Chairani 2018, tindakan body shaming ditandai dengan beberapa aspek, antara lain yaitu sebagai berikut Mengomentari diri sendiri serta membandingkannya dengan orang lain yang dianggap ideal. Misalnya seseorang yang melihat dirinya lebih gemuk daripada orang lain. Mengomentari penampilan atau fisik seseorang di depan orang tersebut dan membandingkannya dengan orang lain. Seperti mengatakan bahwa orang tersebut memiliki kulit yang gelap sehingga harus memakai pemutih wajah. Mengomentari penampilan atau fisik orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut. Seperti mengarsipkan penampilan teman yang pakaiannya terlihat kurang bagus atau tidak menurut Gilbert dan Miles 2002, aspek-aspek body shaming adalah sebagai berikut Komponen kognitif sosial atau eksternal. Komponen kognitif sosial mengacu pada pemikiran dari orang lain yang menilai sebagai seseorang yang rendah maupun kurang baik sehingga mengakibatkan memandang dirinya rendah. Komponen mengenai evaluasi diri yang berasal dari dalam. Pada komponen ini mengacu pada pandangan buruk terhadap diri sendiri yang berasal dari pemikiran negatif mengenai diri. Hal ini juga didasari pada kritikan yang menyerang dengan kata-kata yang merendahkan diri sehingga hal tersebut mengakibatkan menurunnya kepercayaan diri dan menanamkan pemikiran malu dari dalam diri. Komponen Emosi. Emosi yang terdapat dalam perasaan malu meliputi perasaan cemas, marah, dan muak terhadap diri sendiri. Hal ini disebabkan dari pemikiran negatif atas dirinya dan ketidakmampuan mengikuti standar yang ada dari lingkungan. Komponen Perilaku. Perasaan malu memiliki kecenderungan untuk menghindar dari lingkungan sekitarnya karena terdapat perasaan tidak nyaman yang timbul dari pandangan rendah dari orang lain serta merasa terancam di Body Shaming Menurut Dolezal 2015, body shaming terdiri dari dua jenis, yaitua. Acute Body Shame Acute body shame diartikan sebagai rasa malu yang akut dikarenakan bentuk tubuh yang dimiliki. Acute body shame lebih menjelaskan terkait aspek dari perilaku tubuh, contohnya adalah tingkah laku ataupun perubahan seseorang. Rasa malu terhadap tubuh ini sering dialami di dalam interaksi sosial yang hal itu dapat menyebabkan seseorang menjadi gagal dalam mempresentasikan dirinya. Acute body shame tergolong sebagai rasa malu yang wajar di dalam masyarakat. Acute body shame berkaitan dengan aspek perilaku dari tubuh, seperti gerakan, gaya berbicara, tingkah laku, dan kenyamanan yang berhubungan dengan presentasi diri. Biasanya hal ini disebut dengan embarrassment atau rasa malu. Acute body shame terjadi pada kasus-kasus dalam interaksi sosial, seperti ketika seseorang sedang berbicara kemudian mengalami kegagapan atau gagal dalam berperilaku yang diharapkan di lingkungan sosial, sering muncul sebagai akibat dari pelanggaran perilaku, penampilan, atau hilangnya kendali sementara atas tubuh dan fungsi tubuh Chronic Body Shame Chronic body shame ini berkaitan dengan tubuh seseorang yang lebih berkelanjutan atau permanen, seperti berat badan, tinggi badan, atau warna kulit. Chronic body shame juga dapat timbul karena beberapa stigma atau kelainan tubuh, seperti bekas luka atau cacat. Di luar penampilan, chronic body shame sering dikaitkan dengan fungsi dan kecemasan tubuh di sekitar bagian tubuh seperti jerawat, penuaan, dan sebagainya. Selain itu, mungkin timbul dalam masalah kontrol tubuh, seperti dalam kasus gagap atau kekakuan kronis. Apa pun yang menyebabkannya, jenis body shaming ini datang secara kronis dan berulang-ulang ke dalam kesadaran seseorang dan membawa rasa sakit yang berulang atau mungkin terus-menerus. Rasa malu dalam hal ini akan menjadi lebih akut mungkin pada saat seseorang menginternalisasi penilaian diri, menyebabkan pengalaman tubuh berkurang sehingga mempengaruhi harga diri dan penilaian Penyebab Terjadinya Body Shaming Menurut Hoel dan Cooper 2006, body shaming dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yaitu sebagai berikuta. Bullying bullying adalah sebuah istilah pengganggu yang artinya tindakan atau perlakuan penindasan oleh seseorang yang sifatnya agresif dan menjadi sebuah ancaman untuk mendominasi orang lain. Peristiwa body shaming sering dijumpai berlangsung bersamaan dengan tindakan bullying. Dikarenakan bullying adalah tindakan menindas kemerdekaan atau hak orang lain, body shaming tidak lain sering digunakan sebagai alat atau suatu perlakuan intimidasi. Ketidaksempurnaan seseorang menjadi fokus utama yang dilihat oleh pengganggu dan menjadikannya kanvas yang sempurna untuk melukis segala caci dan makian, kepuasan seorang pengganggu akan terpenuhi apabila korban tersebut telah jatuh terpuruk dan tidak berdaya yang menjadikannya seorang Peran Media Media adalah sebuah wadah untuk menyalurkan sebuah komunikasi yang dikonstruk sedemikian rupa isinya dengan berbagai hal berupa seni, kreativitas, berita, wacana, audio serta visual dimana tujuannya agar dapat dipahami dan dinikmati oleh audiens. Media merupakan komunikasi yang dibuat dengan memiliki fokus-fokus tujuan tertentu serta pembuatannya dibentuk melalui pengamatan secara sosial dengan batasan kelangsungan yang ada atau sedang terjadi pada masyarakat. Hal apapun yang ingin disampaikan atau ditunjukkan oleh media haruslah memiliki citra yang baik tanpa tercela agar dapat diterima oleh khalayak, sehingga terciptalah standar-standar pada masyarakat yang tanpa disadari terkadang tidak begitu relevan dengan fenomena yang Standar Kecantikan Body shaming sering terjadi karena korban dirasa tidak memenuhi standar kecantikan yang ada pada masyarakat, dimana yang beredar adalah kurus merupakan hal mutlak dimana seseorang dapat dikatakan cantik. Standar kecantikan yang telah terkonstruk di pikiran masyarakat Indonesia adalah kulit cerah berupa putih pucat, hidung mancung, rambut lurus panjang, tubuh ideal yang tinggi, berat badan ideal adalah ramping berlekuk gitar Spanyol dan masih banyak Body Shaming Proses terjadinya body shame bisa terbentuk karena adanya interaksi dan pengaruh dari lingkungan kemudian pengaruh tersebut memberikan dampak pada individu. Setiap individu mempunyai reaksi yang berbeda saat menghadapi perlakuan body shaming, begitu pula dampak yang muncul pun berbeda. Menurut Cahyani 2018, dampak-dampak negatif dari body shaming antara lain yaitu sebagai berikuta. Gangguan Makan dan Kesehatan Body shame merupakan penyebab harga diri yang rendah dan berkaitan dengan pola makan. Seseorang cenderung melakukan perubahan pada tubuhnya dengan melakukan diet untuk menurunkan berat badan ataupun mengonsumsi makanan yang banyak untuk menaikkan berat badan. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat body shame maka cenderung memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perilaku makan. Selain memberikan dampak pada gangguan makan, body shaming memiliki dampak pada kesehatan seseorang, seperti melakukan diet mati-matian, minum obat pelangsing, memakai obat pemutih instan, dan berbagai macam upaya lain yang justru akan berdampak lebih serius pada Depresi Depresi dapat dialami seseorang karena perspektif negatif yang terus menghantui seseorang. Kurangnya kepuasan terhadap bentuk tubuh atau keadaan tubuh merupakan pemicu seseorang mengalami depresi. Depresi tidak hanya dialami oleh perempuan, tetapi laki-laki juga dapat mengalami depresi, tetapi tidak sebanyak Self-Esteem Individu yang mengalami body shaming akan melakukan penilaian diri dengan terus melakukan body checking pada tubuhnya atau penampilannya, selain itu tentunya individu juga akan melakukan penilaian terhadap keberhargaan dirinya. Ketika individu merasa malu dengan kondisi tubuhnya maka individu tersebut akan merasa tidak percaya diri dan memiliki harga diri yang rendah. Ketika seseorang sering melakukan penilaian terhadap penampilan diri mereka sendiri, kondisi tersebut cenderung akan berdampak pada tingkat self-esteem yang rendah. Individu dengan harga diri rendah akan beranggapan dirinya memiliki keterbatasan, merasa bersalah karena kekurangannya, dan berada dalam kondisi yang tidak PustakaChairani, L. 2018. Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis. Buletin Desi. 2019. Pendekatan Person-Centered Dalam Menangani Body Shaming Pada Wanita. Jurnal 2019. Dampak Body Shaming Sebagai Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah 2015. The Body and Shame Phenomenology, Feminism, and TheSocially Shape Body. London 2018. Dinamika Psikologi Perempuan Mengalami Body Shame. Yogyakarta Universitas Sanata Dharma .Gilbert, P., & Miles, J. 2002. Body Shame Conceptualisation, Research, and Treatment. New York 2018. Efektivitas Cognitive Behavior Therapy untuk Menurunkan Tingkat Body Shame. Malang UIN Malang. 0% found this document useful 0 votes547 views5 pagesDescriptionDEFINISI BODY SHAMINGCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes547 views5 pagesBody ShamingJump to Page You are on page 1of 5 You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. maraknya tindakan body shaming atau penghujatan / penghinaan mengenai tubuh seseorang membuat kami, mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan Bandung melakukan riset mengenai body shaming dan hubungannya dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free MAKALAH BODY SHAMING MEDIA SOSIAL MENENTUKAN STANDAR PENAMPILAN MASA KINI PROYEK AKHIR LOGIKA KELAS KC DISUSUN OLEH Kalvin Fernando Wira Wijaya 2017410123 Verren Vabriani Rahardjo 6042001023 Irene Angelina 6042001088 I Dewa Ayu Dyah Rani Apsarini 6042001136 Andrew Omega Miracle Taroreh 6052001246 UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2021 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan 3 BAB II PEMBAHASAN 4 Pengertian Body Shaming 4 Dampak Kemajuan Teknologi terhadap Tindakan Body Shaming 5 Penyebab Body Shaming 7 Dampak Body Shaming terhadap Kesehatan Mental Korban 9 BAB III PENUTUP 11 Kesimpulan 11 Saran 11 Daftar Pustaka 13 LAMPIRAN 14 Hasil Wawancara dengan narasumber 14 Data Gender Responden 15 Data Media Sosial Yang Digunakan Responden 15 Pengetahuan Responden Mengenai Body Shaming 16 Hasil Survey Pertanyaan Terbuka 16 Biodata Penulis 17 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi berkat dan rahmat sehingga kami bisa menyelesaikan tugas akhir mata kuliah logika dengan judul “Body Shaming Media Sosial Menentukan Standar Penampilan masa kini” ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini karena kami merasa miris dengan kejamnya dunia maya dengan semakin majunya perkembangan dan kemudahan penggunaan teknologi tetapi bukannya berdampak baik dan saling membangun antar pengguna / netizen, media sosial malah menjadi seperti media untuk mencibir, mencela, dan saling menjatuhkan pihak lain bila tidak sesuai dengan standar dari pihak pelaku. Korban pun juga tidak bisa berbuat banyak seakan-akan mereka pantas menerima kalimat-kalimat kejam yang dilontarkan netizen. Banyaknya peristiwa body shaming yang terjadi di lingkungan sekitar kami membuat kami tergerak untuk mengambil topik ini guna meluruskan pandangan masyarakat dalam menilai sesamanya. Dalam penelitian sederhana ini, kami juga melakukan survey untuk mengetahui seberapa banyak orang yang pernah melakukan bahkan menjadi korban body shaming. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada bapak Thomson Radesman Lingga selaku dosen mata kuliah logika kelas KC yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Tidak lupa juga kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan dan pengalamannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna sebagai acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga makalah yang kami buat ini dapat membawa dampak yang positif serta manfaat bagi seluruh pembaca sehingga dapat meningkatkan pengawasan dan ilmu pembaca. Kami juga berharap agar dengan adanya makalah ini tindakan body shaming bisa lebih dihindari. i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global seperti sekarang ini, teknologi yang berkembang pesat membuat kita semakin mudah memperoleh informasi secara cepat dan dapat mengikuti perkembangannya. Media adalah semacam perantara pesan dikirim dan dikembalikan oleh sumber dan penerima Yasir, 2011116. Media sosial adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berinteraksi, berbagi di dunia virtual tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Pesatnya perkembangan jejaring sosial media seolah membawa trend baru pada masyarakat sebagai ajang untuk melakukan penindasan secara online yang sering disebut dengan cyberbullying.Cyberbullyingadalah bentuk atau jenis intimidasi yang dilakukan pelaku dengan tujuan melecehkan atau mempermalukan korban melalui perangkat teknologi Breguet 2007. Serangan cyberbullyingpada korban dapat berupa pesan atau gambar yang mengganggu dan disebarkan yang secara langsung atau tidak langsung mempermalukan korban bagi orang lain yang melihatnya. Cyberbullyingatau kekerasan dunia maya ternyata relatif lebih berdampak negatif jika dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Akibat yang ditimbulkan sering kali berawal dari tekanan mental yang sering dianggap remeh korban maupun sekitarnya. Korban cyberbullying sering kali mengalami depresi, merasa terisolasi, dan tidak berdaya ketika mendapat perlakuan cyberbullying. Dari sinilah muncul perspektif terhadap standarisasi tubuh dan penampilan ideal. Perspektif ini dapat menstimulasi perilaku seseorang berdasarkan standarisasi yang ada. Hal ini membuat seseorang membandingkan penampilan dirinya dengan penampilan orang lain yang disebut body shame.Body shame merupakan penilaian individu akan tubuhnya yang memunculkan perasaan bahwa tubuhnya memalukan yang disebabkan penilaian dirinya dan orang lain tidak sesuai dengan tubuhnya Damanik, 201814 yang dilandasi dengan standarisasi penampilan ideal yang mulai mengubah pola pikir masyarakat. 1 Oleh karena itu muncullah tindakan body shaming pada media sosial. Body shaming sendiri adalah tindakan mencela atau menjatuhkan orang lain berdasarkan penampilan fisik mereka. Hal ini bisa dibilang sudah marak terjadi di lingkungan sekitar kita khususnya di media sosial. Banyak orang yang mencela, mengejek, berkomentar negatif berdasar dengan bagaimana penampilan dan bentuk tubuh. Tidak sedikit para pengguna media sosial melakukan body shaming dengan alasan yang tidak logis misal, hanya sekadar iseng, menjahili, atau mungkin rasa tidak suka, dan masih banyak lagi. Tanpa rasa bersalah mereka melakukan tindakan body shaming dengan berbagai alasan subjektif dan tidak masuk akal. Sebelum adanya kemajuan teknologi yang sedemikian pesat, body shaming berawal dari perilaku di kehidupan sehari-hari. Contoh nyatanya pernah terjadi di sekitar kami yang juga mendasari kami melakukan penelitian ini. Kisah dari salah satu pengalaman teman kami yang menjadi korban dari body shamingpada masa sekolahnya. Teman kami yang berinisial “S” adalah seorang perempuan yang mendapat ejekan atas bentuk tubuh yang ia miliki. Orang-orang mencibirnya karena menganggap dirinya gemuk dan berjerawat sehingga “S” dikucilkan dan tidak memiliki teman. Kejadian tersebut berpengaruh besar pada kondisi psikisnya hingga 4 tahun, dimana teman kami merasa rendah diri dan berpikir bahwa ia tidak pantas untuk memiliki teman karena merasa dirinya tidak sesuai dengan “standar penampilan” tersebut. Namun karena dukungan dari orang-orang terdekatnya, ia memutuskan untuk bangkit dari keterpurukan dan menerima yang ia miliki sekarang apa adanya. Dengan adanya kemajuan teknologi, tindakan body shamingsemakin rentan terjadi. Perilaku body shaming seolah-olah menjadi hal yang lazim untuk dilakukan oleh pengguna media sosial. Tanpa memikirkan akibat dari ucapan mereka, dengan seenaknya mereka menyuarakan kalimat dan komentar yang tidak pantas kepada suatu pihak, yang tanpa disadari dapat berdampak serius pada mental korban. 2 B. Rumusan Masalah Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari body shaming? 2. Apa dampak kemajuan teknologi pada tindakan body shaming? 3. Apa faktor yang mendasari seseorang melakukan body shaming? 4. Bagaimana dampak body shaming pada kesehatan mental korban? C. Tujuan Selain untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Logika, berikut adalah beberapa tujuan dari penulisan makalah ini jika ditinjau dari rumusan masalah di atas 1. Untuk memahami definisi body shaming. 2. Untuk mengetahui dampak kemajuan teknologi pada tindakan body shaming. 3. Untuk mengetahui penyebab seseorang melakukan body shaming. 4. Untuk mengetahui dampak body shaming bagi kesehatan mental korban. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Body Shaming Sebagian orang mungkin tidak asing dengan body shaming. Body shaming belakangan menjadi hal yang marak terjadi di media sosial. Body Shaming sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang terdiri dari kata Body yang artinya tubuh dan Shaming yang artinya malu atau mempermalukan. Dimana secara umum body shaming adalah bentuk dari tindakan mengomentari fisik, penampilan, atau citra diri seseorang Chaplin, 2005129. Body shaming dapat terjadi pada siapapun tanpa mengenal usia, bentuk tubuh, warna kulit tertentu dan bisa terjadi dimana saja, sehingga korban maupun pelaku berasal dari beragam latar belakang dan jenis kelamin. Body shaming dapat berupa verbal maupun non verbal. Body shamingyang terjadi secara intens dapat meningkatkan resiko terjadinya dysmorphic disorder pada korban Lestari, 2018. Dysmorphic disordersendiri memiliki pengertian gangguan mental dengan rasa cemas yang berlebihan terhadap kelemahan / kekurangan dari penampilan fisik diri sendiri. Dysmorphic disorder berpeluang lebih besar terjadi bila ada pemicu dari lingkungan eksternal, dalam kasus ini disebabkan karena adanya hujatan atau komentar negatif pada bentuk tubuh. Beberapa waktu lalu isu mengenai pidana bagi pelaku body shaming di media sosial terus menghiasi trending topic media massa. Sesuai dengan data yang kami peroleh, terdapat unggahan dengan tagar body shaming pada aplikasi Instagram bodyshaming diakses pada tanggal 9 Januari 2021. Pada tahun 2018, polisi telah menerima 966 kasus tentang penghinaan fisik di seluruh Indonesia dan terus berkembang hingga saat ini. Body shaming tidak hanya berfokus pada fat shaming, skinny shaming,atau short shaming, atau bentuk body shamingpada bagian tertentu, tetapi body shaming kini mencakup segala aspek tubuh yang dapat dilihat oleh orang lain. Dalam hal ini, aspek yang dimaksudkan adalah seluruh bagian tubuh yang meliputi warna kulit, bentuk tubuh, bentuk muka, jenis rambut, dan bagian lainnya. Tindakan ini membuat seakan-akan gaya hidup masyarakat saat ini berubah menjadi sesuatu yang bersifat publik dan pantas untuk dikonsumsi oleh pengguna lain bahkan dikomentari dengan seenaknya. Perilaku body shamingmembuktikan bahwa kemajuan teknologi yang terus berkembang seringkali disalahgunakan oleh sebagian orang. Pelaku sering kali tidak sadar telah melakukan body shaming karena dianggap hal yang biasa untuk dilakukan dan hanya sebagai bahan candaan. Sedangkan para korban akan lebih memperhatikan citra mereka dan menjadikan tubuh mereka sebagai objek. Body shaming juga akan berdampak besar pada body image atau citra tubuh dan dampak-dampak psikis lainnya. 4 B. Dampak Kemajuan Teknologi terhadap Tindakan Body Shaming Kemajuan teknologi pada zaman milenial ini tentu sangat pesat dan tidak akan pernah berhenti untuk terus berkembang. Namun semakin berkembangnya teknologi, media sosial malah digunakan untuk melakukan tindakan tidak terpuji, mulai dari konten yang tidak pantas, saling menjatuhkan orang bahkan kejahatan sekalipun. Tanpa disadari pengguna media sosial cenderung lebih mudah melakukan kejahatan di dunia maya atau cyberbullying. Sebagian besar pengguna media sosial pasti pernah melakukan atau mengalami cyberbullyingatau kejahatan media sosial lainnya termasuk body shaming. Berdasarkan survey yang sudah kami lakukan, media sosial yang paling sering digunakan saat ini adalah Instagram. Dimana Instagram adalah suatu wadah yang memberikan fasilitas untuk mengunggah foto maupun video kita yang bisa dilihat dan dikomentari oleh seluruh pengikut akun atau bahkan secara global. Sayangnya banyak orang menggunakan akun Instagram palsu untuk menghujat orang lain yang tanpa mereka sadari mereka telah melakukan body shaming. Hal ini bisa saja terjadi karena identitas mereka yang dapat disembunyikan atau dipalsukan sehingga orang tidak perlu takut akan dilaporkan atas tindakannya karena identitas asli mereka yang tidak terungkap. Banyak sekali kasus cyberbullying seperti body shaming yang marak terjadi belakangan ini. Tidak hanya pada Instagram saja, berdasarkan hasil survey yang kami lakukan, media sosial yang paling sering digunakan kedua adalah Tiktok. Tiktok merupakan aplikasi buatan China yang dapat membagikan berbagai macam video yang juga dapat dikomentari maupun disukai oleh semua orang. Tidak sedikit pengguna tiktok yang menggunakan nama palsu untuk menutupi identitas aslinya dan melakukan body shaming melalui kolom komentar. Tindakan body shamingini tidak hanya terjadi pada orang Indonesia, tetapi ada juga orang Indonesia yang melakukan body shaming terhadap orang dari luar negeri yang bahkan belum pernah mereka temui atau kenal. Mulai dari cara menari, bentuk tubuh, bentuk wajah, cara bernyanyi, dan masih banyak lagi yang dikomentari karena “tidak ideal” menurut para pelaku atau hanya karena ingin di-notice oleh artisnya, dalam arti lain mereka menghujat / mengomentari hal-hal negatif akan tetapi sebenarnya mereka merupakan penggemar berat yang ingin dikenal oleh idolanya. Sesuai dengan data yang telah kami peroleh melalui survey, sebanyak 30 dari 45 orang pernah mengalami body shaming.Body shaming seakan telah menjadi “tren” masyarakat Indonesia. Tidak hanya terjadi pada kalangan artis dan orang-orang terkenal, body shaming juga dapat terjadi pada kalangan remaja hingga pada orang dewasa. Derasnya arus komunikasi pada dunia maya, membuat orang semakin mudah memperoleh pengaruh negatif mengenai dirinya hanya dengan membaca kolom komentar. Pengaruh ini akan berdampak pada tingkat kepercayaan diri maupun kesehatan jasmani bahkan mental seseorang. 5 Namun berkembangnya zaman tidak selalu membawa dampak negatif saja, pemerintah pun terus mengembangkan peraturan tegas agar cyberbullying seperti body shaming yang bahkan dapat dijumpai pada kalangan remaja tidak dilakukan lagi. Indonesia sudah memiliki sejumlah aturan yang mengatur perilaku pengguna internet seperti UU Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kemudian beberapa ketentuannya diubah dalam UU Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE. Tidak sedikit juga lembaga-lembaga yang didirikan untuk mencegah cyberbullying dan body shaming terjadi, seperti Ditch The Label. Ditch The Label adalah sebuah badan amal anti-bullying, yang didedikasikan untuk mempromosikan kesetaraan dan memberikan dukungan kepada kaum muda yang telah terpengaruh secara negatif oleh intimidasi dan prasangka. Ada juga komunitas anti-bullying yang didirikan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kasus bullying di Indonesia yang bernama Sudah Dong. Body shaming juga membawa dampak positif, yaitu munculnya istilah body positivity.Body positivitymerupakan bentuk apresiasi manusia terhadap bentuk tubuh yang dimilikinya serta bagaimana mereka menerima bentuk tubuh dengan apa adanya. Istilah tersebut kini menjadi sebuah gerakan sosial yang mendorong agar semua orang memiliki penilaian yang positif mengenai tubuh mereka, menerima bentuk tubuh mereka sendiri dan juga tubuh orang lain tanpa ada pandangan yang menghakimi. Pada zaman milenial seperti sekarang ini juga dapat membuat para korban dengan mudah speak up/ berani berbagi pengalaman atau cerita mereka pada pengguna media sosial agar tidak semakin banyak korban yang merasa terkucilkan. Tentu hal ini akan berdampak positif bagi para korban body shaming agar korban lainnya tidak terus terpuruk dan bisa segera bangkit dari keterpurukannya. Hal tersebut juga dapat menyadarkan banyak orang bahwa body shaming dapat memberi dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan mental para korban. 6 C. Penyebab Body Shaming Semua tindakan yang dilakukan manusia pasti memiliki sebab akibat. Faktor yang mendasari seseorang untuk melakukan body shaming bisa sangat beragam dan luas. Adapun salah satu faktor yang mendasari seseorang melakukan body shaming berdasarkan hasil survey kami adalah penyalahgunaan hak kebebasan untuk berpendapat khususnya pada media sosial. Banyak sekali orang yang berpikir bahwa di dalam media sosial bebas melakukan apapun, sehingga mereka dapat melakukan body shamingyang tanpa sadar menyakiti perasaan orang lain. Sebagai contoh, “eh gendutan ya? Hamil ya?”, “perasaan muka kamu iteman deh”, “kamu pendek banget sih”, dan masih banyak lagi. Persepsi manusia yang keliru mengenai bentuk fisik dapat memicu adanya standar-standar penampilan idealistis yang telah tertanam di dalam pikiran masyarakat tentang penampilan ini akan sangat berpengaruh bagi mereka yang berkeinginan untuk mengikuti standar yang ada namun tidak mampu memenuhinya yang dapat memicu tekanan tersendiri bagi orang tersebut. Kasus serupa juga terjadi dengan alasan hanya untuk bahan bercanda. Sering kali body shaming dianggap sebagai lelucon atau bahan tawaan semata yang tanpa kita sadari menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain. Sikap tersebut disebut ketidakpekaan sosial dimana kita merasa abai terhadap perasaan orang lain yang mungkin menjadi sedih atau sakit hati karena tubuhnya dijadikan bahan lelucon atau candaan. “Baperan banget sih, kita kan bercanda”, sebagian orang menjadi takut untuk mengekspresikan perasaannya karena takut dianggap terlalu baperan atau dengan kata lain terlalu dimasukkan hati. Tentu saja pemikiran seperti ini salah besar dan hanya memperparah situasi. Pelaku jadi menganggap remeh tindakannya, tidak menyesali perbuatannya, tidak merasa bersalah dan kemungkinan besar untuk mengulangi tindakannya lagi. Selain menyalahgunakan hak berpendapat dan bercanda, faktor yang dapat mendasari seseorang melakukan body shaming lainnya adalah sebagai bentuk untuk mengintimidasi orang lain sehingga dapat menjatuhkan mental korban. Hal ini banyak dialami oleh para artis pada media sosial mereka. Banyak orang yang menunjukkan ketidaksukaannya dengan membuat akun palsu untuk melakukan body shaming, bisa dengan memberikan komentar negatif, menyebarkan isu-isu yang tidak benar, seperti operasi plastik, implan, dan masih banyak lagi. Ada pula yang melakukan body shaming untuk menutupi rasa rendah dirinya sehingga menghina fisik orang lain. Hal tersebut tentu sangat berbahaya, karena bila dibiarkan akan semakin tidak puas pada dirinya sendiri. Korban yang pernah mengalami body shamingdan tidak ditanggapi secara positif oleh lingkungan sekitar, malah berpotensi lebih besar untuk menjadi pelaku di masa yang akan datang. 7 Faktor-faktor lainnya adalah adanya masalah keluarga, depresi, atau trauma. Dilansir dari riset yang dilakukan oleh BBC pada tahun 2016, sepertiga pelaku cyberbullying dan body shaming jarang melakukan interaksi dengan keluarga. Sejumlah responden juga mengatakan mereka melihat pertengkaran di dalam rumahnya setiap hari. Selain faktor keluarga, ada juga faktor pertemanan. Sebagian remaja menganggap hal seperti cyberbullying, maupun bullying adalah hal yang keren dan wajar. Sehingga para pelaku akan merasa hebat karena dapat mendiskriminasi orang lain dan merasa memiliki teman yang bisa mendukungnya. 8 D. Dampak Body Shaming terhadap Kesehatan Mental Korban Dampak body shaming tentu lebih luas lagi. Dampak yang diterima juga tergantung bagaimana korban menanggapi komentar-komentar negatif tersebut. Dampak dari body shaming sangat berbahaya karena dapat bersifat jangka panjang bagi hidup korban dan dapat berdampak pada hidup korban sepenuhnya. Body shaming juga dapat memberi dampak positif bagi para korban. Body shaming berpotensi membuat seseorang atau korban melakukan self-objectification.Self-objectification adalah keadaan dimana seseorang memandang dirinya sebagai sebuah objek atau menilai diri sendiri hanya berdasarkan penampilan mereka. Kecenderungan untuk melakukan self-objectification ini dapat menimbulkan perasaan malu atas diri sendiri atau kecemasan berlebih terhadap bentuk atau ukuran tubuh. Orang-orang yang tidak dapat menerima perlakuan body shaming akan cenderung merasa ada yang salah dalam dirinya dan merasa tidak kompeten untuk melakukan sesuatu karena rendahnya rasa kepercayaan atas diri sendiri atau insecure. Secara umum, dampak lain dari body shaming terhadap kesehatan mental adalah berkurangnya tingkat kepercayaan diri. Hal tersebut akan membuat korban merasa tidak layak untuk melakukan sesuatu atau merasa bahwa dirinya tidak berharga. Padahal kita sebagai pengguna media sosial tidak tahu apa yang sebenarnya pengguna lain atau korban alami, mungkin saja mereka sedang berusaha menerima dirinya sendiri, ataupun mereka sedang berusaha untuk membuat dirinya lebih baik, dll. Tentunya karena ada faktor-faktor pribadi tersebut, cibiran atau hujatan di media sosial dapat lebih memberi pengaruh pada kesehatan mental korban yang belum kuat atau belum terbiasa mengalami hal tersebut. Berdasarkan data yang kami peroleh, body shaming seringkali berdampak lebih besar terhadap kaum hawa dibandingkan kaum adam. Dampaknya akan terlihat sangat jelas yaitu wanita akan cenderung lebih memperhatikan fisiknya serta mengikuti trend yang sedang boomingbukan karena mereka menyukainya, melainkan hanya untuk menghindari komentar negatif yang akan ditujukan kepada dirinya. Sehingga ia memilih untuk berpenampilan tidak dengan rasa nyaman akan tetapi agar dapat memenuhi standar yang ada. Sedangkan hasil survey yang telah dilakukan, dampak lain dari body shaming adalah menjadi sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain, sehingga korban akan merasa minder dan tidak bisa bersosialisasi atau bergaul dengan orang lain, ia cenderung lebih memilih untuk menyendiri. Korban juga menjadi tidak bersyukur atas apa yang mereka miliki dan selalu merasa rendah diri yang apabila berlangsung secara terus menerus akan memicu keputusasaan dan tidak semangat menjalani hidup lagi. Tidak jarang hal ini dapat memunculkan pemikiran untuk bunuh diri. 9 Namun ada sebagian orang yang berpikir bahwa dampak terhadap kesehatan mental sesuai dengan bagaimana korban menanggapi komentar negatif yang dilontarkan. Apabila korban dapat menyaring komentar yang ditujukan kepadanya, hanya mengambil sisi positifnya dan tetap menerima diri mereka apa adanya pasti tindakan body shamingtidak akan berdampak besar pada kesehatan mental korban. Semuanya kembali lagi pada tanggapan kita sendiri terhadap komentar negatif tersebut. Namun tetap saja body shaming termasuk dalam cyberbullyingyang tidak seharusnya untuk dilakukan ataupun dialami semua orang. Selain dampak negatif dari body shaming, sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Hasmalawati 2017, Vialini 2014, dan Chairiah 2012 mengatakan bahwa hubungan body shaming dan body image dapat merubah pola makan korban untuk mendapatkan tubuh ideal sesuai dengan “standar” yang ada. Bila seseorang menginginkan tubuh ideal, maka orang tersebut akan memiliki pola makan yang lebih sehat Chairiah 2012. Hasmalawati 2017 menunjukkan bahwa citra tubuh seseorang sangat berpengaruh terhadap penerimaan diri. Artinya, semakin baik citra tubuh seseorang, maka semakin tinggi penerimaan diri seseorang terhadap dirinya. Sedangkan Vialini 2014 melihat aspek bentuk tubuh namun pada orang yang mengalami obesitas yang menunjukkan bahwa tubuh ideal diartikan sebagai tubuh yang memberi kenyamanan pada diri sendiri, tidak peduli orang tersebut gemuk atau kurus. 10 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pembahasan yang kami susun memaparkan bagaimana kemajuan teknologi memicu terjadinya kejahatan onlineyaitu cyberbullyingdapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Bila digunakan dengan sembrono dan tidak bijak, maka kehadiran media sosial ditengah masyarakat dapat berakibat fatal dan berdampak negatif dalam keberlangsungan hidup seseorang. Sesuai dengan topik kami, tindakan yang kami kategorikan sebagai tindakan sembrono dan tidak bijak adalah body shaming.Body shaming adalah tindakan mempermalukan atau mencibir bentuk fisik orang lain. Persepsi mengenai “standar penampilan ideal” menciptakan pola pikir masyarakat mengenai sesamanya terlebih khususnya dalam hal penampilan dan bentuk fisik seseorang, terutama dalam media sosial. Tubuh seseorang seolah-olah layak untuk dinilai dan dikomentari orang lain bahkan dilarang oleh orang lain karena adanya standar tersebut. Tindakan ini dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang mendorong pelaku untuk melakukan tindakanbody shaming. Bila tidak ditangani secara tegas, para perilaku ini dapat menyebabkan dampak yang serius bagi korbannya. Dampak yang sering dialami oleh korban seringkali adalah dampak pada kesehatan mental mereka yang akan terus terkikis oleh hujatan yang mereka terima dari media sosial baik secara verbal maupun nonverbal. Dampak ini harus segera ditangani dan diatasi dengan benar agar tidak terjadi akibat negatif pada jangka panjang. Body shaming yang dilakukan terus menerus oleh seseorang / sekelompok orang menjadi salah satu bentuk melecehkan orang lain Clarke & Kiselica, 1997 dalam Xin Ma. B. Saran Bila dilihat dari pembahasan yang telah kami paparkan, dampak negatif body shaming dapat membawa pengaruh buruk pada mental korban dan para pelaku yang tidak mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah salah. Tentunya sebagai pengguna media sosial kita semua harus mencegah tindakan ini agar tidak terjadi lagi kepada siapapun. Setiap orang itu unik dan memiliki ciri khasnya masing-masing, tidak ada standar yang dapat menjadi tolak ukur dalam hal berpenampilan seseorang apalagi di dunia maya yang belum tentu pengguna lain mengenal kita secara akrab. Maka untuk mencegah tindakan body shaming, semua pengguna harus menggunakan media sosial dengan bijak dan penuh rasa tanggung jawab. Sebagai pengguna media sosial kita harus berhati-hati dengan apa yang kita suarakan, apakah hal tersebut akan menyakiti atau menyinggung pihak lain atau tidak serta mempertimbangkan penggunaan media sosial karena di Indonesia sudah banyak aturan hukum yang mengatur mengenai ITE. Sebagai pengguna media sosial, kita juga harus meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan di sekitar kita dan tidak bertindak seenaknya saja. Sebaiknya kita menyuarakan hal-hal positif yang patut didengar orang lain dan dapat memberikan 11 motivasi ataupun semangat bagi mereka daripada menyebarkan hal-hal negatif yang juga tidak membawa benefit atau kepentingan bagi orang lain maupun kepada diri kita sendiri. Tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan berani menyuarakan bahwa tindakan body shaming adalah hal salah yang bisa jadi kita tidak menyadari kita telah melakukannya. Kita harus bisa mengedukasi pengguna media sosial agar bijak dalam menggunakan media sosial. Selain itu, cara ampuh untuk mencegah dampak body shamingdan cyberbullying adalah dimulai dari diri kita sendiri, dimana kita harus mencintai diri kita sendiri dan menerima segala kekurangan yang ada pada diri kita. Sehingga kita dapat menerima dan menghargai setiap perbedaan baik diri sendiri atau sesama kita. Dengan begitu, persepsi atau pemikiran tentang “standar penampilan ideal” pun dapat kita hilangkan karena perbedaan dan keragaman itu sangatlah indah. 12 Daftar Pustaka  13 LAMPIRAN Hasil Wawancara dengan narasumber 14 Data Gender Responden Data Media Sosial Yang Digunakan Responden 15 Pengetahuan Responden Mengenai Body Shaming Hasil Survey Pertanyaan Terbuka Hasil akan kami lampirkan melalui email dengan file berupa pdf. 16 Biodata Penulis Nama Kalvin Fernando Tempat, tanggal lahir Bandung, 9 Agustus 1998 Asal Bandung, Jawa Barat Status Mahasiswa Nama Andrew Omega Miracle Taroreh Tempat, tanggal lahir Manokwari, 11 juli 2001 Asal Manado, Polewali Mandar Status Mahasiswa Nama Verren Vebriani Rahardjo Tempat, tanggal lahir Semarang, 15 Februari 2002 Asal Semarang, Jawa Tengah Status Mahasiswa Nama Irene Angelina Tempat, tanggal lahir Bandung, 2 Agustus 2002 Asal Bandung, Jawa Barat Status Mahasiswa Nama I Dewa Ayu Dyah Rani Apsarini Tempat, tanggal lahir Denpasar, 26 Februari 2002 Asal Denpasar, Bali Status Mahasiswa 17 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.

pidato tentang body shaming